Maharati News – Palangka Raya, Yang benar saja jika alasan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang naik dipakai untuk mematok harga elpiji hingga Rp60 ribu per tabung 3 kg, itu sudah tidak masuk akal.
“Logika sederhana saja, kita berhitung dari harga Rp22 ribu, kenaikan harga BBM hanya berapa? Kok LPG bersubsidi bisa sampai Rp40 sampai Rp60 ribu. Ini tidak masuk akal,” ucap Fairid Naparin geram, beberapa waktu lalu.
“Kalau harganya Rp22 sampai Rp25 ribu sih masih normal. Tapi sekarang ada kenaikan sampai dua kali lipat,” sambungnya.
Terkait hal itu, Fairid menyatakan pihaknya telah membentuk satuan tugas khusus untuk mengawasi distribusi gas tabung melon bersubsidi tersebut.
Berdasarkan informasi yang didapat ungkap Fairid, kuota elpiji 3 kg itu ada kecenderungan tidak berkesesuaian di tingkat pedagang.
“Saya ada menanyakan pedagang, bahwa ada ketidaksesuaian kuota epliji. Biasanya pedagang mendapat jatahnya 2.100 tabung, namun hanya menerima 1.300 tabung. Nah, ini menunjukkan ada kekurangan kuota,” bebernya.
Mengacu informasi itu, Fairid memperingatkan para agen, pangkalan hinggal pengecer elpiji agar menjual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yakni Rp22 ribu.
Hal itu menyesuaikan alur distribusi agen ke pangkalan Rp18 ribu per tabung elpiji subsidi 3 kg, sehingga di tingkat pangkalan dipatok HET Rp22 ribu.
“Kepada agen dan pangkalan elpiji saya ingatkan agar menjual dengan harga sesuai HET, dan pengecer harus diawasi oleh agen dan pangkalan itu sendiri,” tegas Fairid.
“Jika ditemukan pelanggaran, pihaknya akan dengan tegas menindak sesuai peraturan yang berlaku,” pungkasnya.