Hampir satu dekade sejak secara resmi menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya pada tahun 2014, institusi Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) ini terus berusaha membangun kepercayaan dan reputasinya di masyarakat. Tentu saja membangun kepercayaan dan reputasi institusi bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan visi yang jelas, komitmen yang tinggi, dan upaya yang kuat dari segenap warga kampus untuk dapat mewujudkan hal itu.
Jamak diketahui bahwa saat ini sedang dilakukan proses demokrasi di internal kampus, yakni proses pemilihan calon rektor baru untuk masa khidmat 2023-2027. Enam bakal calon rektor telah dinyatakan memenuhi kriteria persyaratan oleh panitia seleksi penjaringan bakal calon rektor, sedangkan 1 orang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan dan tidak bisa melanjutkan ke tahap berikutnya.
Berdasarkan hasil keputusan panitia penjaringan tertanggal 26 Desember 2022 dan juga telah diketahui oleh publik melalui pemberitaan media lokal, 6 bakal calon yang telah dinyatakan memenuhi syarat terdiri atas 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Dari keenam bakal calon rektor ini, 2 orang di antaranya bergelar professor, 4 orang lainnya bergelar doktor. Sekadar untuk diketahui pula, dari 6 bakal calon rektor, 3 di antaranya sudah pernah berkontestasi dalam pemilihan rektor pada periode 4 tahun sebelumnya (2019).
Keenam bakal calon rektor tentu saja telah menyiapkan diri sebaik mungkin untuk berkompetisi dalam meraih amanat kepemimpinan masa khidmat 4 tahun ke depan. Visi, misi, dan program tentu sudah dirumuskan oleh masing-masing bakal calon rektor. Kekuatan sumberdaya yang dimiliki oleh para bakal calon rektor pun digerakkan seoptimal mungkin. Dalam kontestasi kepemimpinan kampus, kekuatan intelektual tidaklah cukup dan hal ini pun disadari sepenuhnya oleh para bakal calon rektor. Setiap bakal calon rektor juga memiliki rekam jejaknya masing-masing.
Sebagai lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, IAIN Palangka Raya tentu terus berusaha untuk memberikan pelayanan pendidikan tinggi terbaik bagi masyarakat muslim Kalimantan Tengah khususnya dan masyarakat muslim global umumnya. Dengan harapan, IAIN Palangka Raya dapat menjadi kebanggaan masyarakat muslim Kalimantan Tengah sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri yang terpercaya, bermartabat, dan mendapatkan pengakuan secara luas baik di level regional, nasional, bahkan internasional melalui artikulasi Tri Dharma perguruan tinggi.
Untuk dapat mewujudkan tujuan kelembagaan tersebut, tentu saja IAIN Palangka Raya harus mampu menjalin dan membangun sinergitas dan kemitraan strategis dengan para stakeholders. Dalam konteks inilah, manajemen kepemimpinan (leadership management) harus berorientasi atau mengarah pada pembangunan sumberdaya insani yang berkualitas dan berkarakter kuat. IAIN Palangka Raya diharapkan dapat berkontribusi nyata dalam proses pembangunan daerah di Kalimantan Tengah. Keberadaannya tidak sekadar diakui, tetapi juga dirasakan.
Kepemimpinan yang rendah hati (humble)
Bentuk-bentuk kepemimpinan tradisional yang mendasari pada pola hirarki statis dan keberjarakan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya dipandang justru sudah basi (outdated) dan tidak efektif, bahkan para pemimpin teralienasi dari para pengikutnya. Karena organisasi saat ini menghadapi tugas-tugas yang saling terkait dan lebih kompleks, kepemimpinan harus menjadi lebih personal dan terbuka agar memastikan terciptanya komunikasi terpercaya dan terbuka dan pada gilirannya justru akan menciptakan pemecahan masalah yang bersifat kolaboratif dan penciptaan inovasi pun menjadi keniscayaan.
Tanpa adanya komunikasi yang terpercaya dan terbuka dalam keseluruhan organisasi atau institusi, organisasi atau institusi akan terus menghadapi problem produktifitas dan kualitas. Dalam konteks inilah, kepemimpinan perlu direformulasi yang mengarah pada pembentukan keterhubungan secara personal (personal relationship) sehingga semua orang dalam organisasi tersebut secara psikologis merasa aman dan nyaman (safe). Oleh karena itu, menurut E.H. Schein dan P.A. Schein (2018), kepemimpinan yang humble (rendah hati) menjadi keniscayaan yang seharusnya dibangun dalam konteks manajemen kepemimpinan dalam sebuah organisasi, tidak terkecuali dalam institusi pendidikan tinggi.
IAIN Palangka Raya sebagai institusi pendidikan tinggi tentunya ke depan akan menghadapi banyak tantangan yang tidak mudah. Tantangan dimaksud tentu saja bersifat internal dan juga eksternal. Secara internal, sejumlah tantangan yang dihadapi antara lain bagaimana menciptakan lingkungan dan kultur akademik yang sehat dan produktif, bagaimana mendemokratisasikan kampus, mewujudkan perubahan bentuk kelembagaan menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), dan sederet tantangan internal lainnya. Sedangkan dari sisi eksternal, sejumlah tantangan yang dihadapi antara lain bagaimana menciptakan kemitraan strategis dengan para stakeholders, membangun reputasi institusi pendidikan tinggi berbasis trust dan tantangan eksternal lainnya.
Sejumlah tantangan tersebut baik yang bersifat internal maupun bersifat eksternal tentu saja menjadi ‘pekerjaan rumah’ bagi rektor baru yang terpilih nantinya. Oleh karena itu, kepemimpinan yang humble, kuat, insklusif, dan progresif dalam merajut dan menggerakkan segenap sumber daya kampus yang ada, utamanya sumberdaya insani-nya, menjadi kebutuhan institusi Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Negeri.
Seorang pemimpin tidaklah cukup hanya bermodalkan kecerdasan, pengendalian emosional dan spiritual, maupun bermodalkan uang, melainkan diperlukan pula modal sosial (social capital). Modal sosial ini, antara lain, kepercayaan rakyat pada pemimpinnya, dan kejujuran pemimpin pada rakyatnya. Dalam konteks inilah, kiranya penting untuk mengingat kembali apa yang pernah dikatakan oleh filusuf Islam abad ke-10 Abu Hamid al Ghazali. Ia menuturkan bahwa sebaik-baiknya pemimpin ialah ‘beradab dan mulia hati.’ Sementara itu, menurut penulis abad ke-20, Peter F. Drucker, pemimpin yang efektif bukan soal pintar berpidato dan mencitrakan diri agar disukai, kepemimpinan tergambar dari hasil kerjanya, bukan atribut-atributnya. Siapapun dari keenam calon rektor yang akan terpilih dan ditetapkan oleh Menteri Agama diharapkan dapat mewujudkan perubahan yang lebih baik. Sebab, setiap kepemimpinan baru mengusung harapan-harapan baru.