Palangka Raya | Konflik kepemilikan lahan di Palangka Raya kembali memanas setelah RRI Palangka Raya secara mengejutkan memasang spanduk besar di atas lahan seluas 9 hektar, mengklaim tanah tersebut sebagai “Tanah Negara.” Spanduk ini mencantumkan dua putusan penting, yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor 4160 K/Pdt/2022 dan Putusan PK Kedua Nomor 673 PK/Pdt/2023, sebagai dasar hukum klaim mereka.
Namun, langkah RRI ini segera mendapat reaksi keras dari pihak Keluarga Eterway S. Rasat yang masih memperjuangkan hak mereka atas lahan yang sama. Pihak keluarga yang diwakili oleh Kilat Kasanang, menegaskan bahwa mereka akan terus melawan klaim sepihak tersebut.
“Kami siap untuk membuka jalur komunikasi, tetapi tindakan RRI yang memasang spanduk jelas tidak dapat diterima. Kami ingin pertemuan untuk membahas hal ini secara terbuka dan adil,” tegas Kilat dalam pernyataannya.
Kilat menekankan pentingnya menghadirkan “bukti kepemilikan yang sah” dari kedua belah pihak dalam pertemuan tersebut. Meskipun Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang membatalkan keputusan sebelumnya, Kilat mengingatkan bahwa hal ini tidak berarti kemenangan otomatis bagi RRI.
“Putusan Mahkamah Agung hanya memulai kembali proses hukum dari awal, ini kesempatan bagi kami untuk memperjuangkan hak kami secara maksimal,” lanjutnya.
Kilat juga menyebutkan bahwa tanpa adanya dialog yang konstruktif, konflik ini berpotensi menjadi semakin rumit dan berkepanjangan. “Kami ingin solusi yang adil, bukan hanya untuk kami tetapi juga untuk semua pihak yang terlibat. Dialog terbuka adalah kunci untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya penuh harap.
Apakah konflik ini akan segera berakhir atau justru semakin memanas? Publik Palangka Raya hanya bisa menunggu hasil dari pertemuan yang masih direncanakan. Yang jelas, situasi ini mengingatkan bahwa kepemilikan lahan di Indonesia masih menjadi masalah yang kompleks dan penuh tantangan. (mnc-perdi).