Palangka Raya | Dalam senyap bergerak, Tim Badan Narkotika Nasional (BNN) akhirnya berhasil membekuk Salihin alias Saleh (39), tokoh besar di balik peredaran narkoba di Kampung Puntun, kawasan yang terkenal sebagai pusat aktivitas narkotika di Kota Palangka Raya.
Penangkapan Raja Punyun ini menandai akhir dari dua tahun pengejaran penuh drama terhadap seorang bandar narkoba yang sudah lama jadi buron, memicu keresahan di tengah masyarakat. Di balik penangkapan ini, terselip kisah menggetarkan tentang betapa licinnya Saleh meloloskan diri dari jeratan hukum, sebelum akhirnya keadilan menemuinya di balik semak belukar.
Perjalanan Gelap Sang Bandar: Dari Vonis Hingga Pelarian
Saleh bukanlah nama asing bagi penegak hukum maupun masyarakat di Kalimantan Tengah. Kasusnya mencuat pada 2021 ketika ia ditangkap dengan barang bukti narkotika jenis sabu seberat 202,8 gram. Namun, drama hukum yang menyelubungi hidup Saleh semakin mencengangkan saat Pengadilan Negeri menjatuhkan vonis bebas baginya.
Keputusan itu tentunha memicu protes keras dari Jaksa Penuntut Umum yang kemudian mengajukan kasasi. Akhirnya, pada Oktober 2022, Mahkamah Agung memutuskan bahwa Saleh bersalah dan menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara serta denda sebesar Rp 1 miliar.
Namun, seperti halnya sosok yang lekat dengan dunia kejahatan, Saleh tidak menyerah begitu saja. Sebelum hukuman dijalankan, ia berhasil meloloskan diri. Kejaksaan Negeri Palangka Raya pun harus meminta bantuan BNN untuk menangkapnya kembali. Perburuan pun dimulai.
Kampung Puntun: Sarang Narkoba di Bawah Kendali Saleh
Dalam pelariannya, Saleh tidak hanya menghilang begitu saja. Dia kembali ke dunia hitam yang membesarkannya. Setelah sempat bersembunyi di Samarinda dan Banjarmasin, ia memutuskan untuk kembali ke Kampung Puntun di Palangka Raya. Di sana, ia melanjutkan bisnisnya yang sudah dirintis sejak 2016. Kampung Puntun bukanlah kampung biasa. Di bawah kendali Saleh, kampung ini menjelma menjadi markas besar kartel narkoba yang menguasai jalur distribusi sabu di Kalimantan Tengah.
“Dia seperti kancil, licik dan cepat dalam melancarkan aksinya,” ungkap Kepala BNN RI Komjen Pol Marthinus Hukom, melalui Deputi Pemberantasan BNN RI, Irjen Pol I Wayan Sugiri, saat menggelar konferensi pers, Selasa (10/9/24).
Saleh memiliki jaringan kaki tangan yang solid, dengan orang-orang yang siap menjalankan bisnis haramnya tanpa banyak bicara. Melalui kaki tangannya, sabu yang dikirim dari seorang bandar besar berinisial Koh A, berhasil disebarluaskan di wilayah ini. Koh A, yang berdomisili di Semarang, mengirimkan sabu melalui jalur darat ke Banjarmasin, sebelum akhirnya diterima oleh orang kepercayaan Saleh berinisial AA yang hingga kini masih dalam buruan.
Kekayaan dari Bisnis Haram
Saleh tidak hanya menyebarkan narkoba; ia juga membangun sistem ekonomi bawah tanah yang menghasilkan omset harian hingga Rp 100 juta. Setiap pekan, uang hasil penjualan sabu disetor kepada Koh A melalui kaki tangan Saleh lainnya, berinisial US, yang kini juga buron. Hubungan antara Saleh dan Koh A hanya sebatas laporan setoran uang, tanpa banyak komunikasi lainnya. Dalam setiap transaksi, Saleh menerima fee sebesar Rp 50 juta untuk setiap satu kilogram sabu yang terjual, sementara Koh A menuntut setoran sebesar Rp 750 juta per kilogramnya.
Penangkapan Saleh tidak hanya mengguncang dunia peredaran narkoba di Kalimantan Tengah, tetapi juga membuka mata masyarakat akan betapa dalamnya akar-akar kejahatan narkoba di Kampung Puntun.
Akhir dari Pelarian: Peluru, Semak Belukar, dan Penangkapan Dramatis
Pada 2 September 2024, penyelidikan intensif BNN mulai membuahkan hasil. Setelah beberapa kali upaya pengejaran yang gagal, tim menemukan bahwa Saleh bersembunyi di Jalan Rindang Banua, Gang Sayur, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya. Di balik semak belukar di tepi rawa, Saleh mencoba meloloskan diri untuk terakhir kalinya. Namun kali ini, Tim BNN sudah siap. Tembakan peringatan yang dilepaskan petugas akhirnya menghentikan langkah sang bandar besar.
Tidak hanya Saleh, petugas juga menangkap seorang pria berinisial M alias U, yang bertugas sebagai penjaga rumah persembunyian Saleh. Penangkapan ini disertai dengan penyitaan uang tunai sebesar Rp 902.538.000 dari tangan salah satu kaki tangan Saleh, berinisial E, yang tertangkap sehari sebelumnya.
Penangkapan Saleh dan pengungkapan kartel narkoba yang dikendalikannya memberikan harapan baru bagi masyarakat Palangka Raya. Kampung Puntun, yang selama ini dikenal sebagai kampung narkoba, perlahan-lahan akan dihapus dari peta hitam perdagangan narkotika di Indonesia.
Harapan Baru untuk Kampung Puntun
Dengan penangkapan Saleh, harapan muncul bahwa Kampung Puntun dapat direhabilitasi dari stigma negatifnya sebagai pusat peredaran narkoba. BNN, yang terus berfokus pada penyidikan terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari komplotan ini, mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Kalimantan Tengah. Penangkapan Saleh adalah bukti bahwa BNN tidak akan mundur dalam memberantas narkoba, tidak hanya di Kalimantan Tengah, tetapi di seluruh Indonesia.
“Ini adalah kemenangan bagi masyarakat, bukan hanya di Palangka Raya, tetapi di seluruh negeri,” tegas Wayan. Tentunya ini menjadi harapan bagi masyarakat bahwa penangkapan Saleh menandai berakhirnya era kelam narkoba di Kampung Puntun, dan membuka babak baru menuju pemulihan dan keamanan bagi generasi mendatang. (mnc-perdi).